Selasa, 13 Maret 2012


Ilmu Tasawuf

Pendapat KH Siradjuddin Abbas, dalam buku beliau “40 Masalah Agama” Jilid 3, hal 30.
Ilmu Tasawuf adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam utama, yaitu ilmu Tauhid (Usuluddin), ilmu Fiqih dan  ilmu Tasawuf.
Ilmu Tauhid untuk bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai keTuhanan, keRasulan, hari akhirat dan lain-lain sebagainya .
Ilmu Fiqih bertugas membahas soal-soal ibadat lahir, seperti sholat, puasa, zakat, naik haji dan lain
Ilmu Tasawuf bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.
Ringkasnya: tauhid ta’luk kepada i’tiqad, fiqih ta’luk kepada ibadat, dan tasawuf ta’kluk kepada akhlak
Kepada setiap orang Islam dianjurkan supaya beri’tiqad sebagaimana yang diatur dalam ilmu tauhid (usuluddin), supaya beribadat sebagaimana yang diatur dalam ilmu fiqih dan supaya berakhlak sesuai dengan ilmu tasawuf.
Agama kita meliputi 3 (tiga) unsur terpenting yaitu, Islam, Iman dan Ihsan
Sebuah hadits menguraikan sebagai berikut:
Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata,
“Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.”
Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.”
Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.”
Rasulullah Saw menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.”
Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.”
Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda.
Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).”
Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata.
Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)
Tentang Islam kita dapat temukan dalam ilmu fiqih, sasarannya syari’at lahir, umpanya, sholat, puasa, zakat, naik haji, perdagangan, perkawinan, peradilan, peperangan, perdamaian dll.
Tentang Iman kita dapat temukan dalam ilmu tauhid (usuluddin), sasarannya  i’tiqad (akidah / kepercayaan), umpamanya bagaimana kita (keyakinan dalam hati) terhadap Tuhan, Malaikat-Malaikat,  Rasul-Rasul, Kitab-kitab suci, kampung akhirat, hari bangkit, surga, neraka, qada dan qadar (takdir).
Tentang Ihsan kita dapat temukan dalam ilmu tasauf, sasarannya akhlak, budi pekerti, bathin yang bersih, bagaimana menghadapi Tuhan, bagaimana muraqabah dengan Tuhan, bagaimana membuang kotoran yang melengket dalam hati yang mendinding (hijab) kita dengan Tuhan, bagaimana Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Inilah yang dinamakan sekarang dengan Tasawuf.
Setiap Muslim harus mengetahui 3 (tiga) unsur ini sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dan memegang serta mengamalkannya sehari-hari.
Pelajarilah ketiga ilmu itu dengan guru-guru, dari buku-buku, tulisan  atau dalam jama’ah / manhaj / metode / jalan.
Waspadalah jika jama’ah / manhaj / metode / jalan yang “menolak” salah satu dari ketiga ilmu itu karena itu memungkinkan ketidak sempurnaan hasil yang akan dicapai.
Ilmu Tasawuf itu  tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dan bahkan Qur’an dan Sunnah Nabi itulah yang menjadi sumbernya.
Andaikata ada kelihatan orang-orang Tasawuf yang menyalahi syari’at, umpamanya ia tidak sholat, tidak sholat jum’at ke mesjid atau sholat tidak berpakaian, makan siang hari pada bulan puasa, maka itu bukanlah orang Tasawuf dan jangan kita dengarkan ocehannya.
Berkata Imam Abu Yazid al Busthami yang artinya, “Kalau kamu melihat seseorang yang diberi keramat sampai ia terbang di udara, jangan kamu tertarik kepadanya, kecuali kalau ia melaksanakan suruhan agama dan menghentikan larangan agama dan membayarkan sekalian kewajiban syari’at
Pendapat syaikh  Abu Al Hasan Asy-Syadzili, ” Jika pendapat atau temuanmu bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, maka tetaplah berpegang dengan hal-hal yang ada pada Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian engkau tidak akan menerima resiko dalam penemuanmu, sebab dalam masalah seperti itu tidak ada ilham atau musyahadah, kecuali setelah bersesuaian dengan Al-Qur’an dan Hadits“.
Jadi syarat untuk mendalami ilmu Tasawuf (tentang Ihsan) terlebih dahulu harus mengetahui ilmu fiqih (tentang Islam) dan ilmu tauhid / usuluddin (tentang Iman).
Dengan ketiga ilmu itu kita mengharapkan meningkat derajat/kualitas ketaqwaan kita.
Mulai sebagai muslim menjadi mukmin dan kemudian muhsin atau yang kita ketahui sebagai implementasi Islam, Iman dan Ihsan.
Orang-orang yang paham dan mengamalkan ilmu Tasawuf dikenal dengan nama orang sufi.
Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang asal kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan dengan kata shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang shaleh terbuat dari wol. Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah saw. yang didiami para ahli shuffah.
Menurutnya kedua definisi ini tidak tepat.
Syekh mengatakan bahwa kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia. Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah menyucikannya sehingga ia menjadi seorang sufi. Dari situlah kata sufi berasal.
Lebih lanjut Syekh Abu al Abbas r.a. mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi)
terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya.
Huruf shad berarti shabruhu (kebesarannya), shidquhu (kejujuran), dan shafa’uhu(kesuciannya)
Huruf waw berarti wajduhu (kerinduannya), wudduhu (cintanya), dan wafa’uhu(kesetiaannya)
Huruf fa’ berarti fadquhu (kehilangannya), faqruhu (kepapaannya), dan fana’uhu(kefanaannya).
Huruf ya’ adalah huruf nisbat.
Apabila semua sifat itu telah sempurna pada diri seseorang, ia layak untuk menghadap ke hadirat Tuhannya.
Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Firman Allah ta’ala yang artinya: ”...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki” (QS An-Nuur:21)
Firman Allah yang artinya,
[38:46] Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
[38:47] Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.
(QS Shaad [38]:46-47)
********
Catatan tentang tasawuf dari link lain.
Sumber:
http://ummatiummati.wordpress.com/2010/03/08/kisah-taubatnya-salafy-tobat/
Dalam Thareqat bukan hanya diajarkan wirid saja. Tapi diajar banyak sekali ilmu-ilmu utk mendekatkan diri kepada Allah.
Karena ilmu dan dzikir adalah dua perkara yang tak boleh dipisahkan, keduanya sama2 untuk mendekatkan diri kpd Allah.
Tharekat adalah untuk mengangkat ilmu2 islam (aqidah, fiqh, muamalat, mu’asyarat, ahlaq) dari teori kedalam amal perbuatan yang dilakukan secara istiqamah, ikhlas dan ikut sunnah nabi sehingga menjadi sifat hakikat dalam dirinya….
Harus pake ijazah/izin dari guru dalam thareqat ini…..untuk membimbing kita dan agar tidak tersesat…
Ini juga disebut bai’ah sufiyah (kita berbaiat kepad mursyid untuk memegang teguh ajaran islam yg diajarkan kepadanya).
ini sangat penting dlm belajar thareqat, selain utk menjaga sanad thareqat (jika sanad ilmu terputus berarti ia tidak sambung lagi)…..juga sunnah.
ingat Nabi memberikan macam2 ba’iah. dalam kitab asyari’ah wa thareqah syaikul hadits maulana zakariya alkhandahlawi rah berkata : Bai’ah thareqat bukanlah bai’ah untuk jihad tapi bai’ah untuk mengamalkan ajaran islam dengan sempurna.
Dengan ikut thareqat bukan berarti kita berhenti menuntut ilmu, justru dgn ikut thareqat kita tingkatkan belajar kita. Karena klo kita ikut thareqat hati akan menjadi bersih shg ilmu akan begitu mudah masuk kedalam hati.
ingat nasihat imam maliki dan imam syafei :
1. Nasihat imam syafei :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]
sayang bait dari diwan ini telah dihilangkan oleh wahabi dalam kitab diwan safei yg dicetak oleh percetakan wahabi…..
2. . Nashihat IMAM MALIK RA:
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“ dia yang sedang Tasawuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia . hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .
***********************************
Definisi Tasawuf
by : Ust Wahfiudin
Pandangan paling monumental tentang Tasawuf muncul dari Abul Qasim Al-Qusyairy an-Naisabury, seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah. Al-Qusyairy sebenarnya lebih menyimpulkan dari seluruh pandangan Ulama Sufi sebelumnya, sekaligus menepis bahwa Tasawuf atau Sufi muncul dari akar-akar historis, bahasa, intelektual dan filsafat di luar Islam.
Dalam buku Ar-Risalatul Qusyairiyah ia menegaskan bahwa kesalahpahaman banyak orang terhadap tasawuf semata-mata karena ketidaktahuan mereka terhadap hakikat Tasawuf itu sendiri. Menurutnya Tasawuf merupakan bentuk amaliyah, ruh, rasa dan pekerti dalam Islam itu sendiri. Ruhnya adalah firman Allah swt:
  • “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-8)
  • ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri dan dia mendzikirkan nama Tuhannya lalu dia shalat.” (QS. Al-A’laa: 14-15)
  • “Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang alpa” (QS. Al-A’raf: 205)
  • “Dan bertqawalah kepada Allah; dan Allah mengajarimu (memberi ilmu); dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 282)
Sabda Nabi saw:
  • “Ihsan adalah hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu”. (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i)
  • Tasawuf pada prinsipnya bukanlah tambahan terhadap Al-Qur’an dan hadits, justru Tasawuf adalah implementasi dari sebuah kerangka agung Islam. Secara lebih rinci, Al-Qusyairy meyebutkan beberapa definisi dari para Sufi besar:
    1. Muhammad al-Jurairy:
      “Tasawuf berarti memasuki setiap akhlak yang mulia dan keluar dari setiap akhlak yang tercela.”
    2. Al-Junaid al-Baghdady:
      “Tasawuf artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu dan menghidupkan dirimu bersama dengan-Nya.”
      “Tasawuf adalah engkau berada semata-mata bersama Allah swt. Tanpa keterikatan dengan apa pun.”
      “Tasawuf adalah perang tanpa kompromi.”
      “Tasawuf adalah anggota dari satu keluarga yang tidak bisa dimasuki oleh orang-orang selain mereka.”
      “Tasawuf adalah dzikir bersama, ekstase yang diserta sama’ dan tindakan yang didasari Sunnah Nabi.”
      “Kaum Sufi seperti bumi, yang diinjak oleh orang saleh maupun pendosa; juga seperti mendung, yang memayungi segala yang ada; seperti air hujan, mengairi segala sesuatu.”

      “ Jika engkau meliuhat Sufi menaruh kepedulian kepada penampilan lahiriyahnya, maka ketahuilah bahwa wujud batinnya rusak.”
    3. Al-Husain bin Manshur al-Hallaj:
      “Sufi adalah kesendirianku dengan Dzat, tak seorang pun menerimanya dan juga tidak menerima siapa pun.”
    4. Abu Hamzah Al-Baghdady:
      “Tanda Sufi yang benar adalah dia menjadi miskin setelah kaya, hina setelah mulia, bersembunyi setelah terkenal. Sedang tanda Sufi yang palsu adalah dia menjadi kaya setelah miskin, menjadi obyek penghormatan tertinggi setelah mengalami kehinaan, menjadi masyhur setelah tersem, bunyi.”
    5. Amr bin Utsman Al-Makky:
      “Tasawuf adalah si hamba berbuat sesuai dengan apa yang paling baik saat itu.”
    6. Mohammad bin Ali al-Qashshab:
      “Tasawuf adalah akhlak mulia, dari orang yang mulia di tengah-tengah kaum yang mulia.”
    7. Samnun:
      “Tasawuf berarti engkau tidak memiliki apa pun, tidak pula dimiliki apapun.”
    8. Ruwaim bin Ahmad:
      “Tasawuf artinya menyerahkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan apa pun yang dikehendaki-Nya.”
      “Tasawuf didasarkan pada tiga sifat: memeluk kemiskinan dan kefakiran, mencapai sifat hakikat dengan memberi, dengan mendahulukan kepentingan orang lain atas kepentingan diri sendiri dan meninggalkan sikap kontra dan memilih.”
    9. Ma’ruf Al-Karkhy:
      “Tasawuf artinya, memihak pada hakikat-hakikat dan memutuskan harapan dari semua yang ada pada makhluk”.
    10. Hamdun al-Qashshsar:
      “Bersahabatlah dengan para Sufi, karena mereka melihat dengan alasan-alasan untuk mermaafkan perbuatan-perbuatan yang tak baik dan bagi mereka perbuatan-perbuatan baik pun bukan suatu yang besar, bahklan mereka bukan menganggapmu besar karena mengerjakan kebaikan itu.”
    11. Al-Kharraz:
      “Mereka adalah kelompok manusia yang mengalami kelapangan jiwa yang mencampakkan segala milik mereka sampai mereka kehilangan segala-galanya. Mereka diseru oleh rahasia-rahasia yang lebih dekat di hatinya, ingatlah, menangislah kalian karena kami.”
    12. Sahl bin Abdullah:
      “Sufi adalah orang yang memandang darah dan hartanya tumpah secara gratis.”
    13. Ahmad an-Nuury:
      “Tanda orang Sufi adalah ia rela manakala tidak punya dan peduli orang lain ketika ada.”
    14. Muhammad bin Ali Kattany:
      “Tasawuf adalah akhlak yang baik, barangsiapa yang melebihimu dalam akhlak yang baik, berarti ia melebihimu dalam Tasawuf.”
    15. Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary:
      “Tasawuf adalah tinggal di pintu Sang Kekasih, sekali pun engklau diusir.”
      “Tasawuf adalah Sucinya Taqarrub, setelah kotornya berjauhan denganya.”
    16. Abu Bakr asy-Syibly:
      “Tasawuf adalah duduk bersama Allah swt tanpa hasrat.”
      “Sufi terpisah dari manusia dan bersambung dengan Allah swt sebagaimana difirmankan Allah swt, kepada Musa, ‘Dan Aku telah memilihmu untuk Diri-Ku’ (Thoha: 41) dan memisahkanmu dari yang lain. Kemudian Allah swt berfirman kepadanya, ‘Engkau tak akan bisa melihat-Ku’.”

      “Para Sufi adalah anak-anak di pangkuan Tuhan Yang Haq.”
      “Tasawuf adalah kilat yang menyala dan Tasawuf terlindung dari memandang makhluk.”

      “Sufi disebut Sufi karena adanya sesuatu yang membekas pada jiwa mereka. Jika bukan demikian halnya, niscaya tidak akan ada nama yang dilekatkan pada mereka.”
    17. Al-Jurairy:
      “Tasawuf berarti kesadaran atas keadaaan diri sendiri dan berpegang pada adab.”
    18. Al-Muzayyin:
      “Tasawuf adalah kepasrahan kepada Al-Haq.”
    19. Askar an-Nakhsyaby:
      “Orang Sufi tidaklah dikotori suatu apa pun, tetapi menyucikan segalanya.”
    20. Dzun Nuun Al-Mishry:
      “Kaum Sufi adalah mereka yang mengutamakan Allah swt. diatas segala-galanya dan yang diutamakan oleh Allah di atas segala makhluk yang ada.”
    21. Muhammad al-Wasithy:
      “Mula-mula para Sufi diberi isyarat, kemudian menjadi gerakan-gerakan dan sekarang tak ada sesuatu pun yang tinggal selain kesedihan.”
    22. Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusy:
      “Aku bertanya kepada Ali al-Hushry, ‘siapakah, yang menurutmu Sufi itu?’ Lalu ia menjawab, ‘Yang tidak di bawa bumi dan tidak dinaungi langit’. Dengan ucapannya menurut saya, ia merujuk kepada keleburan.”
    23. Ahmad ibnul Jalla’:
      “Kita tidak mengenal mereka melalui prasyarat ilmiyah, namun kita tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang miskin, sama sekali tidak memiliki sarana-sarana duniawi. Mereka bersama Allah swt tanpa terikat pada suatu tempat tetapi Allah swt, tidak menghalanginya dari mengenal semua tempat. Karenanya disebut Sufi.”
    24. Abu Ya’qub al-Madzabily:
      “Tasawuf adalah keadaan dimana semua atribut kemanusiaan terhapus.”
    25. Abul Hasan as-Sirwany:
      “Sufi yang bersama ilham, bukan dengan wirid yang mehyertainya.”
    26. Abu Ali Ad-Daqqaq:
      “Yang terbaik untuk diucapkan tentang masalah ini adalah, ‘Inilah jalan yang tidak cocok kecuali bagi kaum yang jiwanya telah digunakan Allah swt, untuk menyapu kotoran binatang’.”
      “Seandainya sang fakir tak punya apa-apa lagi kecuali hanya ruhnya dan ruhnya ditawarkannya pada anjing-anjing di pintu ini, niscaya tak seekor pun yang menaruh perhatian padanya.”
    27. Abu Sahl ash-Sha’luki:
      “Tasawuf adalah berpaling dari sikap menentang ketetapan Allah.”
Dari seluruh pandangan para Sufi itulah akhirnya Al-Qusayiry menyimpulkan bahwa Sufi dan Tasawuf memiliki terminologi tersendiri, sama sekali tidak berawal dari etimologi, karena standar gramatika Arab untuk akar kata tersebut gagal membuktikannya.
Alhasil, dari seluruh definisi itu, semuanya membuktikan adanya adab hubungan antara hamba dengan Allah swt dan hubungan antara hamba dengan sesamanya. Dengan kata lain, Tasawuf merupakan wujud cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya, pengakuan diri akan haknya sebagai hama dan haknya terhadap sesama di dalam amal kehidupa

   

Tasawuf Dapat Meningkatkan Akhlak Mulia

Senin, 20 Juni 2011 21:31 WIB
Oleh Marsudi Fitro Wibowo*

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS An-Nisaa': 69)

Bagi orang yang belum mengenal apa itu Ilmu Tasawuf atau sufi tentu akan merasa asing untuk keduanya, karena tidak tahu orang cendrung untuk menjauhi atau enggan untuk mempelajarinya bahkan sampai mengejeknya. Hal ini serupa dengan awal kedatangan Islam tempo dulu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Permulaan Islam ini asing, dan akan kembali asing pula, maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing (orang-orang Islam)." (HR Muslim)

Kaum Sufi bukanlah sekelompok aliran bid'ah yang ajarannya masih saja diperdebatkan, namun dalam memahami Ilmu kesufian hati perlu benar-benar bersih dan jeli untuk menangkap doktrin-doktrin yang diajarkan dalam sufi itu sendiri dengan catatan tidak melenceng dari Islam. Tanpa didampingi ilmu sebagai manusia terlalu gampang untuk mencoreng, mencela dan berprasangka buruk terhadap sesama. Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda, "Hati-hatilah kalian terhadap prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu merupakan perkataan yang paling dusta." (HR Bukhari-Muslim)

Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan hadits dengan tujuan utamanya amar makruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi SAW, tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian sudah ada. Namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain sebagainya. Barulah pada tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawuf ini berdiri sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat kerohanian.

Kontribusi Ilmu Tasawuf ini banyak dibukukan oleh kalangan orang-orang sufi sendiri seperti Hasan Al-Bashri, Abu Hasyim Shufi Al-Kufi, Al-Hallaj bin Muhammad Al-Baidhawi, Sufyan ibn Sa'id Ats-Tsauri, Abu Sulaiman Ad-Darani, Abu Hafs Al-Haddad, Sahl At-Tustari, Al-Qusyairi, Ad-Dailami, Yusuf ibn Asybat, Basyir Al-Haris, As-Suhrawardi, Ain Qudhat Al-Hamadhani dan masih banyak yang lainnya hingga kini terus berkembang.

Dalam praktek realisasi ilmu sufi, khususnya tempo dulu, mutasawwif (orang sufi) memerlukan adaptasi yang amat sangat. Hal ini agar mampu untuk menarik orang-orang yang belum masuk muslim dengan jalan tanpa kekerasan dan paksaan, dengan kata lain berdakwah yang tidak keluar dari tujuan utama yang membuktikan akan cintanya kepada Maha Pencipta yakni Allah SWT.

Di sisi lain orang-orang sufi menjauhkan diri dari hal keduniaan yang dapat menghijab antara hamba-Nya dengan Allah SWT dalam beribadah. Di sinilah Sufi mulai mengembangkan metode-metode bagaimana cara untuk membersihkan jiwa, pembinaan lahir batin, berdzikir, mendekatkan diri pada Allah, membangun jiwa mulia dalam mengenal Allah atau berma'rifat. Selain itu berintrospeksi diri, siapa diri ini sebenarnya, sesuai dengan hadits Nabi SAW, "Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu, (Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya)."

Jelas bahwa Ilmu Tasawuf dan sufi adalah merupakan salah satu ilmu dalam Agama Islam yang sangat halus dan mendalam yang mampu menembus alam batin serta sulit sekali untuk diilmiahkan dan diterangkan secara konkret. Hal ini bukan berarti tidak dapat dibuktikan secara ilmiah namun seseorang yang memiliki kebersihan hati dan kecerdasan yang luar biasa yang mampu mecahkannya. Sebab "Al-Islaamu 'ilmiyyun wa 'amaliyyun, (Islam adalah ilmiah dan amaliah)" (HR Bukhari)

Karena halusnya ilmu ini, persoalan-persoalan di dalamnya bagi orang awam dapat menimbulkan khilafiyah (perbedaan) dan pertentangan-pertentangan. Tapi inilah keindahan Islam, berlomba dalam kebaikan selama tidak menyimpang dari aturan Islam.

Dalam kitab Ta'yad Al-Haqiqtul 'Aliyya hal. 57, salah seorang ulama fiqh dan ahli tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi berkata, "Tasawuf dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti sunnah Nabi dan meninggalkan bid'ah."

Sedangkan Al-Junaid, seorang pimpinan tokoh sufi mazhab moderat yang berasal dari Baghdad, menyatakan tentang ilmu kesufian dalam syairnya, "Ilmu sufi (tasawuf) adalah benar-benar ilmu, yang tidak seorang pun dapat memperolehnya, kecuali dia yang dikarunia kecerdasan alami, dan berbakat untuk memahaminya. Tak seorang pun dapat berpura menjadi sufi, kecuali dia yang melihat rahasia nuraninya."

Ilmu Tasawuf dan sufi adakalanya orang mencap sebagai ilmu kolot, ketinggalan jaman, usang, bahkan disebut aneh. Akan tetapi di balik itu semua bahwa Ilmu Tasawuf memiliki kekuatan yang sungguh luar biasa untuk lebih mengenal Tuhan serta membangun mental dan akhlak yang mulia. Yang perlu diperhatikan kenapa orang dapat menjadi sesat dan madlarat dalam mempelajari dan mengamalkan Ilmu Tasawuf. Sehingga ia menjadi orang yang apatis atau mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat dan keluarga, meninggalkan keduniaan yang padahal di dunia ini adalah sebagai ladang amal dalam berbuat kebajikan untuk bekal di hari kemudian. Hal demikian dapat terjadi kesesatan pada diri seseorang dengan mempelajari ilmu Tasawuf tetapi tanpa didampingi dengan Ilmu Kalam (Ushuluddin) dan Ilmu Fiqh.

Menurut Imam Malik (94-179 H/716-795 M), "Man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq, (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqh tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dan fiqh dia meraih kebenaran)." Dengan demikian bahwa Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqh umpama dua jemari yang tak dapat dipisahkan, dan tidak untuk diabaikan dimana keduanya sama-sama penting suatu perpaduan antara akal dan hati.

Jadi dengan Ilmu Kalam (Ushuluddin) atau Ilmu Tauhid, bahwa Allah SWT itu ada dan memercayainya sebagai Tuhan yang wajib disembah. Ilmu Kalam ini adalah Ilmu pokok-pokok kepercayaan dalam agama Islam. Selain itu pula untuk menghindari dari kemusyrikan serta memperkuat akan tauhidullah sebagai esensi akidah Islam. Ilmu Fiqh, pemahaman tentang syariat-syariat Islam berdasarkan Al-Qur'an dan as-Sunnah yang merupakan lautan ilmu yang meluas secara horizontal. Sedangkan dalam Ilmu Tasawuf adalah mengatur kesempurnaan hubungan dengan Allah dan juga sebagai ilmu yang mampu menembus vertikal kedalam. Dengan mempelajari ketiganya maka akan kuatlah Iman, Islam dan Ihsan kita yang merupakan kesempurnaan dalam Islam, sebagai wujud mempelajari Ilmu Tauhid, Fiqh dan Tasawuf.

Cintanya orang orang-orang Sufi terhadap Tuhan, bagi mereka adalah suatu kenikmatan tersendiri dalam bertasawuf, cara ini mampu membersihkan jiwa akan penyakit-penyakit hati (bathiniyah). Tapi penyelewengan dalam dunia sufi pun dapat saja terjadi seperti halnya Al-Hallaj yang mengakuinya dirinya sebagai Allah, dengan teorinya wahdat al-wujud atau pantheisme (Penyatuan Wujud) dan teori Al-Hulul atau penitisan (penjelmaan Tuhan dalam diri Manusia).

Perkataan dan perbuatan Al-Hallaj ini membuat marah para ahli Kalam (Tauhid), Fiqh dan masyarakat Islam, sehingga ia di hukum mati pada tahun 309 H. Di Indonesia dulu terjadi penyimpangan oleh seorang waliyullah yaitu Syeikh Siti Jenar yang mirip dengan teori Al-Hallaj, ia di hukum mati oleh mahkamah para wali di Jawa. Namun hanya Allah-lah Yang Maha Tahu akan maksud dan hati seseorang.

Keunggulan umat Islam salah satunya adalah Ilmu Tasawuf ini. Dengan bertasawuf yang merupakan suatu kekuatan batin untuk mempertebal iman, tauhid, ladang amal, pembersih jiwa, serta untuk memperkuat Ihsan suatu cara untuk lebih mengenal Allah dan mencari keridhaan-Nya semata maka secara otomatis akan meningkatkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia).

Menurut Prof DR Hamka, tasawuf Islam telah timbul sejak timbulnya agama Islam itu sendiri. Bertumbuh di dalam jiwa pendiri Islam itu sendiri yaitu Nabi Muhammad Saw. Disauk airnya dari Qur'an sendiri. (Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad).

Adapun ciri sufi menurut Imam Nawawi (620-676 H/1223-1278 M) dalam risalahnya Al-Maqasid At-Tawhid ada lima, yaitu: (1) menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri, (2) mengikuti sunnah Rasulullah SAW dengan perbuatan dan kata, (3) menghindari ketergantungan kepada orang lain, (4) bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit, (5) selalu merujuk masalah kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, Ilmu Tasawuf khususnya di Indonesia, haruslah mendapat perhatian penuh dari para alim ulama, sarjana, dan para cendekiawan Muslim lainnya untuk diselidiki dan dikupas secara luas, agar dapat menciptakan mental yang islami dan pemahaman spriritual Islam yang jauh dari sifat-sifat tercela dan munafik. Wallahua'lam.
ah Fatwa Tasawuf Buku Islam Wakaf Pojok Arifin Ilham Celoteh Kang Erick
   
judaica-art.com
Jerusalem, Damai di Pelukan Islam (I)
jerusalem

Jerusalem, Damai di Pelukan Islam (I)

Jumat, 09 Maret 2012 20:35 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,Tahun masehi menunjukkan hitungan 638. Syahdan masuklah pasukan Islam ke al-Quds di Jerusalem (Aelia, Jebus) untuk mengusir tentara penjajah Bizantium (Romawi TImur) yang lalim. Penduduknya menetapkan syarat: kota suci itu hendaknya diserahkan kepada Khalifah Umat Ibn Khattab (Khalifah kedua sesudah Abu Bakar, kepala pemerintahan Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat) sendiri. Atas undangan Saphronius, Uskup Agung al-Quds, datanglah Umar untuk menerima kunci kota. Di kala itulah Pemimpin Islam tersebut mengeluarkan ikrarnya yang masyhur, bagi penduduk kota tujuan Nabi Muhammad berjalan malam (Isra) dan pangkal Mi'rajnya ke langit ke tujuh.

Kepada warga ia tetapkan, ''Demi Allah!, jaminan keamanan bagi diri mereka, kekayaan, gereja, dan salib mereka, bagi yang sakit, bagi yang sehat, dan seluruh masyarakat beragama di Kota Suci itu; bahwa gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, takkan ada satu barang pun diambil dari mereka atau kediaman mereka, atau dari salib-salib maupun milik penghuni kota, bahwa para warga tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, bahwa tak seorang pun akan dicederai. Dan bahwa, tak seorang Yahudi pun akan menghuni Aelia.''

Menurut ''Al-Quds Document'' yang diterbitkan Organisasi Konferensi Islam, janji Umar bahwa ''tak seorang Yahudi pun menjadi penghuni Aelia, Jerusalem'' diberikan atas permintaan Saphronius sendiri. Ini mengingat pengkhianatan orang Yahudi, membantu penguasa Persia yang membawa lari Salib (tetapi berhasil direbut kembali oleh Heraclius) di awal abad ke-7 masehi. Namun Umar menolak permintaan uskup tersebut. Ia tetap memperbolehkan, orang-orang Yahudi tetap diberi hak memasuki dan tinggal di Jerusalem.

Ikrar itu disaksikan oleh para Sahabat Nabi dan pahlawan Islam yang tersohor seperti Khalid Ibn Walid, Amr Ibn 'Aash, Abdurrahman Ibn Auf, dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Menurut catatan para pakar sejarah, penaklukan Jerusalem, Palestina dan Syam (Suriah) oleh pasukan Islam ternyata berjalan sangat mulus dan mudah. ''Boleh jadi orang-orang Suriah di abad ke-7 itu memandang kaum Arab Muslim lebih dekat kepada mereka dalam kaitan kesukuan, bahasa maupun barangkali juga agama, dibanding para penguasa Bizantium (Romawi Timur),'' tulis Philip Hitti.

Begitulah Umar membangun fondasi toleransi sejalan dengan semangat yang ditetapkan Isla: '"Tak ada paksaan dalam agama. Telah jels beda petunjuk dan kebohongan'' (Alquran). Para pakar sejarah mencatat betapa rakyat Palestina dan warga al-Quds menyambut baik datangnya kekuasaan Islam. Kebanyakan orang-orang itu beragama Kristen dan sebagian kecil di antara mereka orang Yahudi. Dan orang-orang Yahudi Samaritan bekerja sama dengan pasukan Islam dalam perebutan kota itu dari tangan kaum Bizantium.

Seorang rabbi Yahudi menulis tentang masa awal Islam ini, ''Jangan risau, wahai Putera Iahve, Sang Pencipta yang Maha Mulia menciptakan Kerajaan Ismail hanya untuk membebaskan kalian dari kejahatan ini (Bizantium).'' Kaum Kristen pun menyambut baik kekuasaan Islam dan bekerjasama dengan pemerintahan khalifah Muawiyah. Seorang ahli sejarah anggota Gereja Suriah Timur sampai mengungkap perasaannya dengan menulis, ''Tuhan telah mengirim orang-orang Arab untuk membebaskan kita dari genggaman kaum Bizantium. Kebaikan yang kita peroleh dari kekejian dan kebencian orang Bizantium sungguh bukan hal yang layak diremehkan.''

Al-Quds memang mempunyai ikatan tak terlepaskan dari agama-agama wahyu (samawi). Dan selama berapa di bawah pemerintahan Islam, rakyat Jerusalem hidup dengan damai dan penuh toleransi. Para khalifah, pangeran dan penguasa Islam lainnya sangat memuliakannya. Mereka membangun masjid-masjid, dan mengizinkan pembangunan biara-biara, sinagog-sinagog, jalan, sekolah dan tempat pemakaman, dan memperlakukannya sebagai kawasan yang penuh nilai keagamaan. Mereka menghias, memugar, bangunan-bangunan lama dan mendirikan yang baru, membuat al-Quds benar-benar indah. Kebebasan beragama berlaku untuk seluruh warga tanpa kecuali, di samping memberikan keamanan dan ketenteraman kepada para peziarah.

Sangat bertentangan dengan itu, tatkala pasukan Salib Eropa menyerbu Jerusalem, hanya tinggal dua orang Yahudi yang tersisa di kota itu pad tahun 1267. Berangsur-angsur orang Yahudi berdatangan kembali. Maka ketika Rabbi Obadia Dampier Tivoro dari Italia mengunjungi al-Quds pada tahun 1488 untuk mengenal keadaan masyarakat Yahudi, ia pun menuliskan kesan-kesannya, ''Orang Islam tidak menindas orang Yahudi di negeri ini. Saya melanglang ke berbagai pelosok tanpa ada yang menghalangi. Mereka murah hati dan bersikap baik kepada orang asing, utamanya yang tidak memahami bahasa mereka. Mereka juga tidak takut melihat orang-orang Yahudi berkumpul.''

Kebijakan Penguasa Islam Daud menduudki Al-Quds -- yang ketika itu bernama Jebus -- yang abad ke-11 sebelum masehi. Dan pilihannya tepat mengingat kota itu memiliki perbentengan dan mudah dipertahankan. Juga, Jebus jauh dari daerah-daerah tempat tinggal suku-suku, serta berada di jalan penting masa itu. Daud memang pahlawan dengan mengalahkan Jalut (Goliath) dalam peperangan, dan sebagai Rasul dialah penerima Zabur. Putera Daud, Sulaiman, mewarisi tahta serta memerintah selama 30 tahun, dan dalam masa pemerintahannya bertabur banyak kisah fantastik yang menyiratkan kemuliaan Rasul Allah ini. Sulaimanlah pembangun Haikal yang batu-batunya diyakini oleh kaum Yahudi masih tersisa serta terpasang di dinding ratapan, dan dinding ini tak lain adalah batas Masjid Al-Aqsha.

Tempat-tempat suci Kristen selama dalam pelukan tentara Muslim, tetap tidak diganggu gugat. Bahkan ketika Khalifah Umar memasuki kota ini, ia kemudian bersama Uskup Saphronius ke Gereja Kebangkitan, dan bersembahyang di luarnya. Ia bisa saja melakukan shalat di dalam gereja, tetapi itu tidak dilakukannya, dengan maksud agar orang Islam tidak terangsang merebut gereja itu dari tangan umat Kristen. Juga, tatkala Muawiyah Ibn Abi Sufyan menjadi khalifah pada 40 Hijriyah, ia mengunjungi Bait Al-Maqdis (Al-Quds) dan bersembahyang di Golgotha, kemudian pergi ke Gethsemane serta melakukan shalat di Jirat Maria. Keduanya merupakan tempat-tempat paling suci agama Kristen di kota itu.

Dalam kunjungan ke al-Quds, Khalifah Umar juga bermaksud mencari tempat di mana Nabi Muhammad melakukan Mi'raj. Kepada Saphronius ditanyakannya ihwal Karang Suci, dan sisa-sisa Masjid Al-Aqsa. Setiba di sana dengan tangannya sendiri ia bersihkan kotoran yang bertumpuk, yang memang sengaja dilemparkan oleh orang Bizantium untuk menimbulkan kejengkelan warga kota. Dibentangkannya jubah lalu ditumpuknya kotoran-kotoran di jubah itu, diikuti orang-orang Islam lain. Setelah itu ia pergi ke ceruk tempat sembahyang Nabi Daud, bertakbir, berjusud. Ia bangun masjid di karang itu, yang dikenal sebagai masjid Kubah Karang Suci.